MENERJANG BATAS
- Rincian
- Diterbitkan hari Senin, 29 Desember 2014 00:00
- Ditulis oleh Susanto
- Dibaca: 8862 kali
Baca: Kejadian 2:1-17; 3:1-7
Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. (Kejadian 3:6)
Bacaan Alkitab Setahun:
Wahyu 17-18
Tamak adalah kerakusan yang tak bertepi. Tentang hal ini, ada yang berpendapat bahwa tamak adalah sebuah sikap, bukan sifat. Perhatikan saja, tak ada orang yang terlahir dengan sifat bawaan tamak. Pergaulan hiduplah yang membuatnya tamak. Benarkah ini?
Adam dan Hawa diciptakan sebagai gambar Allah. Namun, karena bergaul dengan si ular jahat dan merespons bujukannya, mereka pun menjadi tamak. Padahal, coba bayangkan, betapa Sang Pencipta telah sangat bermurah hati kepada mereka. Dia mengaruniakan seluruh bumi beserta Taman Eden nan permai. Semua pohon boleh dimakan buahnya—kecuali pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Namun, Adam dan Hawa bersikap tamak. Apa yang bukan menjadi hak mereka, justru mereka rampas. Mereka memilih untuk mengikuti kemauan sendiri dan menolak taat pada batas yang ditentukan Sang Pencipta.
Lihatlah, bagaimana manusia menjadi rakus—mereka bahkan sampai berani menerjang batas. Sikap tamak membuat manusia tak pernah merasa cukup, bahkan sekalipun ia sudah memiliki seisi bumi. Manusia terus menuntut lebih banyak meskipun Tuhan sudah memberkatinya dengan berkelimpahan. Pantaskah hal ini?
Tak seorang pun ingin disebut tamak. Namun, semua orang sebenarnya berpeluang menjadi tamak. Maka, periksalah hati kita sekarang dan mawas diri. Sebab, di situlah sikap tamak itu bisa bersarang. Sang pemazmur berpesan: “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan Firman-Mu” (Mzm. 119:9).—SST
BUMI CUKUP MELIMPAH BAGI SEMUA UMAT MANUSIA,
NAMUN TAK CUKUP BAGI SATU ORANG YANG TAMAK
Anda diberkati melalui Renungan Harian?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan kami.
Rek. Renungan Harian BCA No. 456 500 8880 a.n. Yayasan Gloria