NYALA CINTA KITA
- Rincian
- Diterbitkan hari Rabu, 07 November 2012 00:00
- Ditulis oleh Hani Liswanto
- Dibaca: 12012 kali
Baca: Kidung Agung 8:5-7
Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. (Kidung Agung 8:7a)
Bacaan Alkitab Setahun:
Matius 25
Seorang teman mengenang masa berpacarannya dengan takjub. Ia dulu bekerja di Bandung, dan pacarnya tinggal di Solo. Minimal sekali sebulan ia harus menempuh perjalanan selama delapan jam dengan kereta untuk bisa bertemu. “Waktu itu rasanya tidak berat sama sekali, justru saya sangat bersemangat,” kisahnya. “Lucunya, setelah menikah, saya merasa berat kalau harus pergi ke Solo,” lanjutnya sambil tertawa.
Cinta membuat apa yang kita lakukan terasa berbeda. Hal-hal yang berat terasa ringan. Kesusahan rasanya hanya sebentar, tak sebanding dengan kesukaan bersama yang dicinta. Tak heran Salomo melukiskan cinta yang bergairah itu seperti maut yang tak dapat dihalang-halangi. Seperti nyala api yang tak bisa dihentikan, bahkan seperti nyala api Tuhan! Api yang kecil bisa dipadamkan dengan siraman air, tetapi bukan itu yang ia bicarakan. Ingat kisah Elia yang menyiram korban persembahannya dengan banyak air (lihat 1 Raja-raja 18)? Nyala api Tuhan bukan saja membakar habis persembahan itu, tetapi juga parit-parit penuh air di sekitarnya. Cinta membuat semangat tetap bergelora sekalipun kenyamanan dan kemewahan tiada (ayat 7).
Ketika dampak dahsyat cinta tak lagi terlihat, kita mulai bertanya, apa yang berubah? Apakah cinta mula-mula itu masih ada? Pernahkah pertanyaan serupa kita ajukan dalam hubungan dengan Tuhan? Ketika diajukan kepada Tuhan, jawaban-Nya mantap: tak ada kuasa, bahkan maut sekalipun, yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (Roma 8:37-39). Kasih-Nya tak terbantahkan dengan kematian-Nya di kayu salib. Ketika diajukan pada kita, apa gerangan jawab kita? Apakah cinta mula-mula itu masih ada?—HAN
KETIKA KITA MENGASIHI TUHAN,
KESUSAHAN TERASA RINGAN DIBANDING KESUKAAN BERSAMA-NYA.